Loading...
Kamis, 25 April 2013

KUMPULAN HADITS LEMAH & PALSU



Banyak sekali hadits-hadits palsu yang beredar di masyarakat. Terkadang maknanya lurus, namun terkadang juga menggelitik orang seperti hadits palsu berikut:

"Penduduk surga adalah belalang, kecuali Musa bin Imron, karena dia memiliki jenggot sampai ke pusarnya".[HR.Al-Uqoiliy dalam Adh-Dhu’afaa’ (185), Ibnu Adi dalam Al-Kamil (4/48), dan Ar-Raziy dalam Al-Fawa’id (6/111/1)].

Hadits ini adalah hadits batil yang palsu. Dalam sanadnya terdapat seorang rawi yang suka memalsukan hadits, yaitu Syaikhnya Ibnu Abi Kholid Al-Bashriy. Maka tak heran apabila syaikh Al-Albaniy mencantumkan hadits ini dalam kitabnya Adh-Dho’ifah (704). 

 "Sholat dua raka’at dengan memakai sorban lebih baik dibandingkan sholat 70 raka’at, tanpa sorban". [HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus sebagaimana yang disebutkan oleh As-Suyuthiy dalam Al-Jami’ Ash-Shoghir ()]

Hadits ini maudhu’ (palsu), sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Adh-Dho’ifah (128), "Hadits ini palsu". Selanjutnya, beliau juga komentari ulang hadits ini dalam Adh-Dho’ifah (5699).
"Sesungguhnya segala sesuatu memiliki hati, sedang hatinya Al-Qur’an adalah Surat Yasin. Barang siapa yang membacanya, maka seakan-akan ia telah membaca Al-Qua’an sebanyak 10 kali". [HR. At-Tirmidziy dalam As-Sunan (4/46), dan Ad-Darimiy dalam Sunan-nya (2/456)]

Hadits ini adalah hadits maudhu’ (palsu), karena dalam sanadnya terdapat dua rawi hadits yang tertuduh dusta, yaitu: Harun Abu Muhammad, dan Muqotil bin Sulaiman. Karenanya, Ahli Hadits zaman ini, yaitu Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy -rahimahullah- menggolongkannya sebagai hadits palsu dalam kitabnya As-Silsilah Adh-Dho’ifah (no.169).
"Hak seorang anak atas orang tuanya, orang tua memperbaiki nama anaknya, dan akhlaknya". [HR. Abu Muhammad As-Siroj Al-Qoriy dalam Al-Fawaid (5/32/1-kumpulan 98), dan lainnya].

Maka hadits ini palsu, karena ada dua orang rawi : Muhammad Al-Fadhl adalah seorang pendusta, dan Muhammad bin Isa adalah orangnya matruk (ditinggalkan). Karenanya Al-Albaniy mencantumkan hadits ini dalam Adh-Dho’ifah (199)

Ada di antara kaum muslimin, biasa melakukan amalan yang terkadang tidak diketahui dasarnya. Setelah mengadakan pemeriksaan terhadap kitab-kitab hadits, ternyata berdasarkan hadits lemah, palsu, bahkan terkadang tidak ada dalilnya!!
Di antara amalan mereka ini yang tidak berdasar, yaitu mengusap kedua kelopak mata dengan kedua ibu jari. Mereka hanya berdasarkan hadits palsu yang dinisbahkan kepada Nabi Khidir.

Konon kabarnya Nabi Khidir -‘alaihis salam- berkata, “Barangsiapa yang mengucapkan selamat datang kekasihku dan penyejuk mataku, Muhammad bin Abdullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, kemudia ia mencium kedua ibu jarinya, dan meletakkannya pada kedua matanya, ketika ia mendengar muadzdzin berkata,

Maka ia tidak sakit mata selamanya” [HR. Abul Abbas Ahmad bin Abu Bakr Ar-Raddad Al-Yamaniy dalam Mujibat Ar-Rahmah wa ‘Aza’im Al-Maghfirah dengan sanad yang terdapat di dalamnya beberapa orang majhul (tidak dikenal), disamping terputus sanadnya. Karenanya Syaikh Al-Albaniy melemahkan hadits ini dalam Adh-Dha’ifah (1/173) dari riwayat Ad-Dailamy dan Syaikh Masyhur Alu Salman dalam Al-Qoul Al-Mubin (hal.182)]
Sepanjang pemeriksaan kami, ada dua hadits yang menyebutkan tentang hal ini :

• Hadits ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiallahu ‘anhuma :

أَنَّ رسَوُلْ َاللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَامَ فِي صَلاَتِهِ وَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى الْأَرْضِ كَمَا يَضَعُ الْعَاجِنُ
“Sesungguhnya Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam jika beliau (hendak) berdiri dalam sholatnya, beliau meletakkan kedua tangannya di atas bumi sebagaimana yang dilakukan oleh al-‘ajin (orang yang melakukan ‘ajn)”.

Hadits ini disebutkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Talkhish Al-Hab ir (1/466) dan An-Nawawy dalam Al-Majmu’ (3/421).
Berkata Ibnu Ash-Sholah dalam komentar beliau terhadap Al-Wasith –sebagaimana dalam At-Talkhis- : “Hadits ini tidak shohih dan tidak dikenal serta tidak boleh berhujjah dengannya”.
Berkata An-Nawawy : “(Ini) hadits lemah atau batil, tidak ada asalnya”.

• Berkata Al-Azroq bin Qois rahimahullah :
رَأَيْتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ وَهُوَ يَعْجِنُ فِي الصَّلاَةِ, يَعْتَمِدُ عَلَى يَدَيْهِ إِذَا قَامَ. فَقُلْتُ : مَا هَذَا يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ؟ قَالَ : رَأَيْتُ رسَوُلْ َاللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يَعْجِنُ فِي الصَّلاَةِ, يَعْنِي اعْتَمَدَ
“Saya melihat ‘Abdullah bin ‘Umar dalam keadaan melakukan ‘ajn dalam sholat, i’timad di atas kedua tangannya bila beliau berdiri. Maka saya bertanya : “Apa ini wahai Abu ‘Abdirrahman?”, beliau berkata : “Saya melihat Rasulullah Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam melakukan ‘ajn dalam sholat –yaitu beri’timad”.
Diriwayatkan oleh Ath-Thobarony dalam Al-Awsath (4/213/4007) dan Abu Ishaq Al-Harby dalam Ghoribul Hadits (5/98/1) sebagaimana dalam Adh-Dho’ifah no. 967 dari jalan Yunus bin Bukair dari Al-Haitsam dari ‘Athiyah bin Qois dari Al-Azroq bin Qois.

Al-Haitsam di sini adalah Al-Haitsam bin ‘Imran Ad-Dimasyqy, meriwayatkan darinya 5 orang dan tidak ada yang mentsiqohkannya kecuali Ibnu Hibban sebagaimana bisa dilihat dalam Ats-Tsiqot (2/296) dan Al-Jarh wat Ta’dil (4/2/82-83). Para ulama berbeda pendapat tentang kedudukan rowi yang seperti ini sifatnya dan yang benar di sisi kami –wal ‘ilmu ‘indallah- bahwa rowi yang seperti ini dihukumi sebagai rowi yang majhul hal (tidak diketahui keadaannya) yang membuat haditsnya tidak bisa diterima.

Hadits ini juga bisa dihukumi sebagai hadits yang mungkar dari dua sisi :

o Al-Haitsam ini menyelisihi Hammad bin Salamah –yang beliau ini lebih kuat hafalannya- dan juga ‘Abdullah bin ‘Umar Al-‘Umary, yang keduanya meriwayatkan dari Al-Azroq bin Qois dengan lafazh “bahwa beliau bertumpu di atas bumi kedua tangan beliau” tanpa ada tambahan yang menunjukkan bahwa beliau mengepalkan kedua tangannya.
o Hadits ini berisi tentang tuntunan sholat Nabi Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam yang setiap hari disaksikan oleh para shahabat dan sekaligus hadits ini merupakan ‘umdah (pokok satu-satunya) dalam masalah ini. Maka bisa dikatakan : Kenapa hadits ini bersamaan dengan sangat dibutuhkannya, perkaranya disaksikan setiap hari dan merupakan umdah dalam masalah ini hanya diriwayatkan dari jalan Al-Haitsam dari Al-Azroq dari Ibnu ‘Umar?!. Mana murid-murid senior Ibnu ‘Umar, seperti : Salim (anak beliau), Nafi’ dan lain-lainnya, kenapa mereka tidak meriwayatkan hadits ini dari Ibnu ‘Umar tapi justru diriwayatkan oleh orang yang tingkat kemasyhuran dan hafalannya biasa-biasa saja?!

Dan termasuk perkara yang semakin menguatkan lemah hadits ini, yaitu bahwa para pengarang kitab hadits terkenal seperti ashhab kutubut tis’ah (Bukhary, Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzy, An-Nasa`iy, Ibnu Majah, Malik, Ahmad dan Ad-Darimy) dan yang lainnya berpaling dari (baca : tidak) meriwayatkan hadits ini bersamaan dengan sangat dibutuhkannya dan isinya adalah suatu perkara yang disaksikan setiap hari, tapi yang meriwayatkannya hanya Imam Abu Ishaq Al-Harby dan Ath-Thobarony yang beliau ini terkenal sebagai hathibu lail (pencari kayu bakar di malam hari) yang artinya beliau hanya sekedar mengumpulkan riwayat tanpa menyaring mana yang shohih dan mana yang lemah.
Wa fauqo kulli dzi ‘ilmin ‘alim .
Haditsnya diriwayatkan oleh Al-Baihaqy (2/135)
Haditsnya diriwayatkan oleh ‘Abdurrozzaq no. 2964 dan 2969
Ketika seseorang membaca kisah para nabi di luar Al-Qur’an, maka seorang harus berhati-hati, karena di sana banyak hadits-hadits yang lemah, bahkan palsu yang berbicara tentang kehidupan para nabi. Oleh karena itu seorang harus yakin betul bahwa hadits ini shahih berdasarkan keterangan para ulama, baru setelah itu dia yakini. Diantara hadits lemah yang menyebutkan kisah para nabi, hadits berikut ini:

"Nabi Ilyas dan Khidir adalah dua orang bersaudara. Bapak mereka dari Persia, dan ibunya dari Romawi". [HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (1/2/124)]
Hadits ini palsu, karena ada dua orang rawi bermasalah dalam memalsukan hadits, yaitu Ahmad bin Ghalib, dan Abdur Rahman bin Muhammad Al-Yahmadiy. Oleh karena itu, Syaikh Al-Albaniy menyatakan hadits ini palsu dalam Adh-Dho’ifah (2257).
"Ayam adalah kambingnya orang fakir dari kalangan umatku, dan shalat jum’at hajinya orang fakir mereka" .[HR. Ibnu Hibban dalam Al-Majruhin (3/90)]
Tapi ternyata sayangnya hadits ini palsu sehingga seorang muslim tidak boleh meyakini dan mengamalkannya. Dia palsu karena ada seorang rawi yang bernama Abdullah bin Zaid An-Naisaburiy. Dia adalah seorang pendusta yang suka memalsukan hadits. Lihat Adh-Dho’ifah (192)  

"Allah wahyukan kepada dunia, "Layanilah orang yang melayani-Ku, dan capekkanlah orang yang melayanimu". [HR. Al-Khothib dalam Tarikh Baghdad (8/44), dan Al-Hakim dalam Ma’rifah Ulum Al-Hadits (hal.101)]

Hadits ini palsu, karena Al-Husain bin DawudAl-Balkhiy yang banyak meriwayatkan naskah hadits palsu dari Yazid bin Harun. Karena itu, Al-Albaniy menyebutkan hadits ini dalam deretan hadits-hadits palsu dalam Adh-Dho’ifah

"Barang siapa yang ikhlash karena Allah selama 40 hari, niscaya akan muncul mata air hikmah pada lisannya". [HR. Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (5/189)]

Hadits ini dho’if (lemah), karena terdapat inqitho’ (keterputusan) antara Makhul dengan Abu Ayyub Al-Anshoriy. Selain itu, Hajjaj bin Arthoh, rawi dari Makhul adalah seorang mudallis, dan ia meriwayatkannya secara mu’an’anah. Sedang seorang mudallis jika meriwayatkan hadits secara mu’an’anah (dengan memakai kata "dari"), maka haditsnya dho’if (lemah). Tak heran jika Syaikh Al-Albaniy melemahkannya dalam Adh-Dho’ifah (38)

"Jika kalian sholat di belakang imam kalian, perbaikilah wudhu’ kalian, karena kacaunya bacaan imam bagi imam disebabkan oleh jeleknya wudhu’ orang yang ada di belakang imam". [HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (1/1/63)]
Hadits ini palsu, sebab di dalamnya terdapat rowi yang majhul, seperti Abdullah bin Aun bin Mihroz, Abdullah bin Maimun. Rowi lain, Muhammad bin Al-Furrukhon, ia seorang yang tak tsiqoh. Dari sisi lain, sudah dimaklumi bahwa jika Ad-Dailamiy bersendirian dalam meriwayatkan hadits dalam kitabnya Musnad Al-Firdaus, maka hadits itu palsu. Karenanya, Syaikh Al-Albaniy menyatakan palsunya hadits ini dalam Adh-Dho’ifah (2629).

"Jika seorang diantara kalian bersujud, maka hendaknya ia menyentuhkan kedua telapak tangannya ke tanah, semoga Allah melepaskan belenggu darinya pada hari kiamat". [HR. Ath-Thobroniy dalam Al-Ausath (6/58), cet. Dar Al-Haromain]

Hadits ini adalah dho’if (lemah), tak bisa dijadikan hujjah, karena di dalamnya ada rowi bermasalah: Ubaid bin Muhammad, seorang rowi yang memiliki hadits-hadits munkar [Lihat Al-Majma’ (2/311/no.2764)].Sebab inilah, Syaikh Al-Albaniy menggolongkan hadits ini lemah dalam Adh-Dho’ifah (2624)
"Memandang wajah wanita cantik dan yang hijau-hijau menambah ketajaman penglihatan" .[HR. Abu Nu’aim dalam Hilyah Al-Auliya’ (3/201-202), dan Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus (4/106)]

Hadits ini maudhu’ (palsu), karena dalamnya ada rawi yang dho’if, dan tidak ditemukan ada seorang ahli hadits yang menyebutkan biografinya. Rawi itu ialah Ibrahim bin Habib bin Sallam Al-Makkiy. Karenanya, Adz-Dzahabiy berkata, "Hadits batil". Ibnul Qoyyim dalam Al-Manar Al-Munif berkata, "Hadits ini dan semisalnya adalah buatan orang-orang zindiq (munafiq)" [Lihat Adh-Dho’ifah (133)]

 "Barang siapa yang berada di waktu pagi, sedang dunia adalah cita-citanya yang terbesar, maka ia tidak akan berada dalam suatu (jaminan) dari Allah sedikit pun. Barang siapa yang tidak bertaqwa kepada Allah, maka ia tidak akan berada dalam suatu (jaminan) dari Allah sedikit pun. Barang siapa yang tidak memperhatikan urusan kaum muslimin seluruhnya, maka ia bukan termasuk di antara mereka". [HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (4/317) Al-Khatib dengan penggalan pertama dari hadits ini dalam Tarikh Bagdad (9/373)].

Hadits ini palsu, karena di dalam sanadnya terdapat rawi yang tertuduh dusta, yaitu Ishaq bin Bisya. Hadits ini memiliki jalur periwayatan lain, namun ia tidak bisa menguatkan hadits di atas, karena kelemahannya tidak jauh beda dengannya. Oleh karenanya, Al-Albany menyatakan hadits ini palsu dalam Adh-Dha’ifah (309)

 “Bila memasuki bulan Rajab, Nabi SAW mengucapkan, ‘Allaahumma Baarik Lana Fii Rajabin Wa Sya’baana, Wa Ballighna Ramadhaana (Ya Allah, berilah keberkahan pada kami di dalam bulan Rajab dan Sya’ban serta sampaikanlah kami kepada bulan Ramadhan).’”

Dikeluarkan oleh ‘Abdullah bin Ahmad di dalam kitab Zawaa’id al-Musnad (2346), al-Bazzar di dalam Musnadnya –sebagaimana disebutkan dalam kitab Kasyf al-Astaar- (616), Ibn as-Sunny di dalam ‘Amal al-Yawm Wa al-Lailah (658) ath-Thabarany di dalam (al-Mu’jam) al-Awsath (3939) dan kitab ad-Du’a’ (911), Abu Nu’aim di dalam al-Hilyah (VI:269), al-Baihaqy di dalam Syu’ab (al-Iman) (3534), kitab Fadhaa’il al-Awqaat (14), al-Khathib al-Baghdady di dalam al-Muwadhdhih (II:473), Ibn ‘Asaakir di dalam Tarikh-nya (XL:57); dari jalur Za’idah bin Abu ar-Raqqad, dari Ziyad an-Numairy, dari Anas.

KUALITAS SANAD INI LEMAH:

Imam al-Bukhary dan an-Nasa’iy berkata, “Hadits yang diriwayatkannya (Za’idah) Munkar.”
Abu Daud berkata, “Aku tidak mengetahui khabarnya.”
Abu Hatim berkata, “Ia meriwayatkan dari Ziyad an-Numairy, dari Anas hadits-hadits Marfu’ tetapi Munkar. Kami tidak tahu apakah ia berasal dari dirinya atau dari Ziyad.”
Adz-Dzahaby berkata, “Ia seorang periwayat yang lemah.”
Al-Hafizh Ibn Hajar berkata, “Hadits yang diriwayatkannya Munkar.” [Lihat juga: at-Taarikh al-Kabiir (III:433), al-Jarh (III:613), al-Majruuhiin (I:308), Miizaan al-I’tidaal (II:65), at-Tahdzib (III:305), at-Taqriib (I:256)]

Sedangkan mengenai Ziyad bin ‘Abdullah an-Numairy:
Ibn Ma’in berkata, “Tidak ada apa-apanya dan dilemahkan oleh Abu Daud.”
Abu Hatim berkata, “Haditsnya ditulis namun tidak dijadikan hujjah.”
Ibn Hibban menyinggungnya di dalam kitabnya ats-Tsiqaat, ia berkata, “Sering salah.” Kemudian ia memuatnya di dalam kitabnya ‘al-Majruuhiin’ seraya berkata, “Hadits yang diriwayatkannya munkar. Ia meriwayatkan dari Anas sesuatu yang tidak serupa dengan hadits yang diriwayatkan para periwayat Tsiqaat (terpercaya). Tidak boleh berhujjah dengannya.”
Adz-Dzahaby berkata, “Ia seorang periwayat yang lemah.” [lihat: Taariikh Ibn Ma’in (II:179), al-Jarh (III:536), al-Kaamil (III:1044), Miizaan al-I’tidaal (II:65) dan at-Tahdzib (III:378)]

Za’idah bin Abi ar-Raqqad sendirian meriwayatkan hadits ini dari Ziyad an-Numairy.
Ath-Thabarany di dalam (al-Mu’jam) al-Awsath berkata, “Hadits ini tidak diriwayatkan dari Rasulullah kecuali hanya melalui sanad ini saja. Za’idah bin Abi ar-Raqqad sendirian meriwayatkannya.”
Al-Baihaqy berkata, “an-Numairy meriwayatkan sendirian hadits ini, lalu Za’idah bin Abi ar-Raqqad meriwayatkan darinya pula.”
Al-Bukhari berkata, “Za’idah bin Abi ar-Raqqad dari Ziyad an-Numairy, haditsnya munkar.”

Tidak hanya satu ulama tetapi banyak ulama yang menyiratkan kelemahan sanad ini, di antara mereka adalah: an-Nawawy di dalam kitab al-Adzkaar (547), Ibnu Rajab di dalam Latha’if al-Ma’arif (hal.143), al-Haitsamy di dalam Majma’ az-Zawaa’id (II:165), adz-Dzahaby di dalam Miizaan al-I’tidaal (II:65), Ibnu Hajar di dalam Tabyiin al-‘Ujab (38).

Terkait dengan takhrij hadits ini, perlu diingat bahwa tidak ada satu hadits SHAHIH pun mengenai keutamaan bulan Rajab, puasa atau pun qiyamullail (shalat tahajjud) yang dikhususkan pada malamnya.

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata di dalam kitab Tabyiin al-‘Ujab Bi Maa Warada Fii Syahr Rajab (hal.23), “Tidak ada satu hadits shahih pun yang layak dijadikan hujjah mengenai keutamaan bulan Rajab, puasa pada hari tertentu darinya atau pun shalat tahajjud pada malam yang dikhususkan padanya. Sebelum saya, Imam Abu Isma’il al-Hirawy al-Hafizh telah terlebih dahulu menegaskan secara pasti akan hal itu. Kami telah meriwayatkan darinya dengan sanad yang shahih, demikian juga dari ulama selainnya.”

Al-Hafizh Ibn Rajab di dalam Lathaa’if al-Ma’aarif (hal.140) berkata, “Mengenai shalat, tidak ada satu pun hadits yang shahih tentang adanya shalat khusus di bulan Rajab. Hadits-hadits yang diriwayatkan mengenai keutamaan shalat ‘Ragha’ib’ pada awal malam Jum’at bulan Rajab hanyalah dusta dan batil, tidak shahih sama sekali. Shalat ini adalah bid’ah menurut jumhur ulama. Di antara para ulama muta’akhkhirin dari kalangan ‘al-Huffazh’ yang menyinggung hal itu adalah Abu Isma’il al-Anshary, Abu Bakar as-Sam’any, Abu al-Fadhl bin Nashir, Abu al-Faraj bin al-Jawzy dan ulama selain mereka. Lantas kenapa para ulama terdahulu (al-Mutaqaddimin) tidak menyinggungnya? Hal ini karena shalat tersebut dbuat-buat pasca generasi mereka. Pertama kali shalat itu dikenal adalah pasca tahun 400-an Hijriah. Karena itulah, ia tidak dikenal pada masa ulama terdahulu dan tidak pernah diperbincangkan oleh mereka. Ada pun mengenai puasa, juga tidak ada hadits yang shahih tentang pengkhususannya dilakukan di bulan Rajab yang berasal dari Nabi SAW, demikian pula dari para shahabatnya… Ada diriwayatkan bahwa pada bulan Rajab terjadi kejadian-kejadian besar, namun tetap tidak ada satu pun hadits yang shahih mengenainya. Di antaranya, diriwayatkan bahwa Nabi SAW dilahirkan pada awal malamnya (malam bulan Rajab), ia diangkat jadi nabi pada tanggal 27 Rajab; dalam riwayat lain disebutkan, tanggal 25 Rajab. Semua itu tidak ada yang shahih. Pun, ada diriwayatkan dengan sanad yang tidak shahih dari al-Qasim bin Muhammad bahwa perjalanan Isra’ Nabi SAW terjadi pada tanggal 27 Rajab namun hal ini ditolak oleh Ibrahim al-Harby dan ulama selainnya.”
Dan di bawah ini  Kumpulan Lainnya dari Hadits Lemah dan Palsu


Klik pada No Hadits                                                                                                                                0001: Agama adalah akal …
0002: Barangsiapa shalatnya …
0003: Keteguhan niat laki-laki …                                                                                               0004: Berbincang dalam masjid …
0005: Tidaklah seorang hamba
0006: Hindarilah debu …
0007: Dua hal janganlah Anda dekati …
0008: Beramallah untuk duniamu
0009: Aku adalah kakek bagi …
0010: Sesungguhnya Allah suka …
0011: Sesungguhnya aku diutus …
0012: Allah SWT telah mewahyukan …
0013: Penduduk Syam adalah …
0014: Hati-hatilah (jauhilah) olehmu …
0015: Negeri Syam adalah tempat …
0016: Ada dua golongan umatku …
0017: Barangsiapa berbuat dosa …
0018: Jadikanlah jamban (kakus) …
0019: Hiasilah majelis istri-istri …
0020: Hiasilah hidangan makanan …
0021: Cukuplah permohonanku …
0022: Bertawasullah dengan …
0023: Allah yang menghidupkan …
0024: Barangsiapa keluar dari …
0025: Tatkala Adam melakukan …
0026: Sikap tegas (keras) menjadi …
0027: Sikap tegas itu meliputi para …
0028: Sikap tegas itu tidak akan ada …
0029: Umatku yang terbaik …
0030: Kebaikan itu ada pada diriku …
0031: Dunia adalah langkah seorang …
0032: Dunia itu haram bagi ahli …
0033: Dunia adalah istri kedua …
0034: Berhati-hatilah terhadap dunia …
0035: Siapa yang adzan, dialah …
0036: Mencintai tanah air sebagian ….
0037: Akan datang suatu masa yang …
0038: Barangsiapa berlaku ikhlas …
0039: Barangsiapa tidur sesudah …
0040: Hendaknya kalian makan labu …
0041: Barangsiapa mendapat harta …
0042: Para nabi adalah pembimbing …
0043: Bulan Ramadhan tergantung …
0044: Barangsiapa berhadats dan …
0045: Barangsiapa menunaikan …
0046: Barangsiapa menziarahiku …
0047: Barangsiapa menunaikan …
0048: Anak adalah rahasia ayahnya.
0049: Barangsiapa menziarahi … (1)
0050: Barangsiapa menziarahi … (2)
0051: Sesungguhnya Allah …
0052: Bila di antara kalian ada …
0053: Hendaklah kalian berpegang …
0054: Bila di akhir zaman nanti …
0055: Berjalan cepat menghilangkan …
0056: Kalau saja bukan karena …
0057: Perselisihan di antara …
0058: Sahabat-sahabatku bagaikan …
0059: Apa pun yang diperoleh …
0060: Aku tanyakan kepada Tuhanku…
0061: Sesungguhnya para sahabatku…
0062: Ahli Baitku adalah bagaikan …
0063: Sesungguhnya hujan es …
0064: Sebagus-bagus binatang kurban …
0065: Domba berumur satu tahun …
0066: Barang siapa mengenal dirinya …
0067: Barangsiapa pada shalat fajar …
0068: Hendaknya surat Innaa …
0069: Mengusap leher waktu wudhu …
0070: Siapa saja yang memberi makan …
0071: Takbir (Allahu Akbar) itu …
0072: Rabbi telah mendidikku …
0073: Barangsiapa mengusap kedua …
0074: Besarkanlah kurban kalian …
0075: Segerakanlah shalat sebelum …
0076: Semua orang ibarat mayat …
0077: Tidak ada al-Mahdi kecuali …
0078: Bekas minuman orang mukmin …
0079: Adalah termasuk sikap tawadhu’ …
0080: Al-Mahdi adalah anak…
0081: Wahai Abbas, sesungguhnya …
0082: Maukah aku beri kabar gembira …
0083: Sebaik-baik pengingat adalah …
0084: Kalian semuanya lebih utama …
0085: Ada tiga orang yang akan …
0086: Wabah sampar itu tikaman…
0087: Khatib telah menaiki mimbar …
0088: Tanaman adalah bagi penanam …
0089: Pemilik sesuatu barang lebih …
0090: Hendaknya kalian memakai …
0091: Bersumpah dengan nama Allah …
0092: Tiga hal, bila ada pada diri …
0093: Pada hari kiamat nanti …
0094: Tali penguat Islam dan tiang …
0095: Orang yang bertobat adalah …
0096: Allah mencintai hamba …
0097: Allah mencintai pemuda …(1)
0098: Allah mencintai pemuda …(2)
0099: Allah mencintai orang …
0100: Kebaikan orang yang banyak …
0161: Aku orang Arab …
0226: Pakailah cincin batu akik …
0227: Gunakanlah cincin akik … (1)
0228: Gunakanlah cincin akik … (2)
0229: Pakailah cincin akik …
0051: Sesungguhnya Allah …
0052: Bila di antara kalian ada …
0053: Hendaklah kalian berpegang …
0054: Bila di akhir zaman nanti terjadi …
0055: Berjalan cepat menghilangkan …
0056: Kalau saja bukan karena …
0057: Perselisihan di antara umatku …
0058: Sahabat-sahabatku bagaikan …
0059: Apa pun yang diperoleh …
0230: Barangsiapa memakai akik …
0231: Makanlah balah …
0232: Makanlah kurma sebelum …
0233: Kebanyakan perhiasan kalung …
0416: Tuntutlah ilmu ke Cina
0501: Peduli Dunia dan Akhirat
0502: Kematian sebagai Nasihat
0503: Membantu Membunuh
0504: Sebaik-baik Makanan
0505: Qadha Allah (1)
0506: Qadha Allah (2)
0507: Bila Kiamat Tiba, …
0508: Allah Senang bila …
0509: Menggunakan Al-Hindiba …
0510: Memakan Adas
0511: Hati Anak Cucu Adam
0512: Makanlah Makanan Berminyak
0513: Membersihkan alat dapur
0514: Tidaklah rakyat akan binasa
0518: Beri’tikaf pada 10 hari Ramadhan
0531: Kaum pemimpinnya wanita
0593: Telapak Ibu
0909: Matahari di Tangan Kananku

Sumber : http://bin99.wordpress.com,laskarislam.com

0 komentar:

Posting Komentar

 
TOP